Dalam kesempatan yang berbeda, Rasulullah menuturkan kisah heroik tentang keimanan dan ketakwaan seorang pemuda yang berpengaruh besar terhadap suatu kaum.
Para mufasir menceritakan kisah tentang pemuda ini ketika menafsirkan firman Allah:
Binasalah orang yang membuat parit (yaitu para
pembesar Najran di Yaman). Yang berapi (yang punya) kayu bakar. Ketika mereka duduk di sekitarnya, sedang mereka menyaksikan apa yang mereka perbuat terhadap orang mukmin. Dan mereka menyiksa orang mukmin itu hanya karena (mereka) beriman kepada Allah yang Mahaperkasa dan Maha Terpuji. (QS Al-Burûj [85]: 4-8)
Dahulu kala, hiduplah seorang raja yang m mempunyai seorang penyihir. Ketika usia si penyihir itu beranjak makin tua, ia berkata kepada raja, “Paduka, usiaku makin renta. Untuk menyiapkan penggantiku, datangkan
padaku seorang anak muda yang akan kuajari dan kulatih berbagai ilmu sihir.” Raja mengabulkan permintaannya,
kemudian ia memilih seorang anak muda yang dianggap paling berbakat untuk diajari ilmu sihir.
Keesokan harinya mulailah pemuda itu belajar sihir di rumah si penyihir itu. Setiap pagi anak muda itu berangkat dari rumahnya menuju rumah si penyihir.
Namun, dalam perjalanannya menuju rumah si penyihir, ia melewati tempat seorang pendeta yang sedang berceramah. Ia merasa tertarik pada si pendeta itu sehingga ia berhenti dan mendengarkan ceramahnya.
Begitulah hari-hari yang dilalui anak muda itu. Setiap pagi ia pergi dari rumahnya, berjalan, berhenti dan mendengarkan ceramah si pendeta, lalu melanjutkan perjalanan menuju rumah ahli sihir untuk mempelajari sihir.
Karena sering terlambat datang, si penyihir
memukul anak muda ini. Keesokan harinya, anak muda itu mengadukan kepada pendeta apa yang dialaminya kemarin. Si pendeta menasihatinya: “Jika kau takut kepada si tukang sihir, katakanlah kepadanya: ‘Aku ditahan keluargaku sehingga terlambat datang.’ Dan jika
kamu merasa takut kepada keluargamu, katakanlah, ‘Aku ditahan oleh si tukang sihir.’”
Suatu hari, anak muda itu melihat binatang besar yang menghalangi jalan orang-orang. Maka, ia berkata,
“Ini kesempatan bagiku untuk mengetahui, mana yang lebih baik, ilmu yang diajarkan sang penyihir ataukah ajaran sang pendeta?”
Lalu ia mengambil batu dan berdoa, “Ya Allah, jika si pendeta itu lebih Engkau sukai daripada si tukang sihir, bunuhlah binatang ini agar orang-orang bisa lewat.” Kemudian, ia lemparkan batu di tangannya kepada binatang itu dan binatang itu mati. Maka, orang-orang bisa melewati jalanan itu dengan aman dan leluasa.
Keesokan harinya si anak muda menceritakan
kejadian tersebut kepada si pendeta. Sang pendeta berkata, “Anakku, kini kau lebih baik dibanding aku. Menurutku, kelak kau akan mendapat cobaan. Jika kau mendapat cobaan, jangan sebutkan namaku kepada siapa pun!”
Allah menganugerahkan karunia yang besar kepada anak muda itu sehingga ia memiliki kemampuan mengobati yang luar biasa. Dengan izin Allah, ia bisa menyembuhkan kebutaan, penyakit kusta, dan penyakit-penyakit lain.
Suatu hari salah seorang teman raja yang tidak bisa melihat mendengar kabar tentang keahlian anak muda itu. Maka, ia bergegas pergi menemui anak muda itu sambil membawa berbagai hadiah yang berharga. Setelah
bertemu, ia berkata, “Jika kau dapat menyembuhkanku, kuberikan semua hadiah ini kepadamu!” Anak muda itu menjawab, “Aku tidak bisa menyembuhkan siapa-siapa. Sesungguhnya hanya Allah yang menyembuhkan. Jika Tuan mau beriman kepada
Allah, aku akan mendoakan kesembuhan untukmu.”
Akhirnya, teman raja itu menyatakan keimanannya kepada Allah. Lalu, anak muda itu mendoakan kesembuhannya dan Allah mengabulkan doanya sehingga
teman sang raja itu bisa melihat kembali.
Setelah pandangannya pulih seperti semula, ia
datang menemui raja sebagaimana biasanya. Tentu saja sang raja heran melihat temannya yang kini telah sembuh dan bisa melihat kembali. Sang raja bertanya,
“Siapa yang telah berhasil memulihkan penglihatanmu?”
Temannya itu menjawab, “Tuhanku.”
Raja kembali bertanya, “Apakah kau punya tuhan
selain diriku?” “Allah adalah Tuhanku dan Tuhanmu,” tegasnya.
Tentu saja sang raja murka sehingga ia menyiksa temannya itu seraya menekannya agar berterus terang, siapa yang telah memengaruhi dan membuatnya beriman kepada Tuhan selain dirinya.
Akibat tekanan dan siksaansang raja serta para pengawalnya, ia bercerita tentang ajaran yang diterimanya dari si anak muda murid sang
penyihir. Mendengar penuturan temannya itu, sang raja langsung memerintahkan para pengawal untuk menangkap si anak muda dan menyeretnya ke istana.Ketika anak muda itu tiba di istana, sang raja bertanya, “Anakku, kemampuan sihirmu sungguh hebat.
Kau telah mampu menyembuhkan kebutaan, penyakit kusta, dan penyakit lainnya.”
Anak muda itu menjawab, “Aku tidak bisa
menyembuhkan penyakit apa pun. Satu-satunya yang bisa menyembuhkan adalah Allah.”
Raja murka mendengar ucapan anak muda itu
sehingga ia disiksa dengan siksaan yang sangat keras. Ia dipaksa menyebutkan orang yang telah memengaruhinya dan membuatnya beriman kepada Tuhan selain sang raja.
Setelah mendapat berbagai macam siksaan,
akhirnya anak muda itu bercerita tentang pendeta yang mengajarinya keimanan.
Maka, raja memerintahkan para pengawal untuk
menyeret sang pendeta ke hadapannya. Setelah pendeta itu tiba, sang raja langsung menekannya dengan perintah
yang tegas: “Keluarlah dari agamamu!”
Namun, sang pendeta tak bergeming. Dengan tegas ia menolak perintah sang raja. Maka, raja memerintahkan para pengawalnya untuk menggergaji kepala si pendeta itu hingga terbelah dua.
Setelah si pendeta mati, raja berpaling kepada temannya yang telah sembuh dari
kebutaan. Ia pun diperintahkan untuk meninggalkan agama Tuhan. Namun, sebagaimana si pendeta, ia pun
menolak perintah sang raja sehingga sebagai akibatnya, ia mendapat nasib yang sama dengan si pendeta.
Lalu, didatangkanlah si anak muda yang telah
belajar sihir. Raja menyuruhnya kembali kepada agama leluhurnya. Namun, anak muda itu pun menolak perintah sang raja. Maka, raja memerintahkan para pengawalnya untuk menyeret anak muda itu ke atas bukit: “Bawalah
ia ke atas bukit. Sampai di puncak bukit, tawarkan lagi kepadanya untuk kembali pada agama leluhur. Jika ia menolak, lemparkan ia dari puncak bukit!”
Mereka pun menyeret anak muda itu ke atas bukit.
Dalam perjalanan, anak muda ini berdoa, “Ya Allah, binasakanlah mereka dengan kehendak-Mu!” Mendadak seketika itu juga bukit tersebut
berguncang dan para pengawal itu berjatuhan satu demi satu. Lalu, anak muda yang telah bebas itu berjalan menuruni bukit dan kembali menemui raja.
Tentu saja sang raja heran dan bertanya, “Apa yang terjadi dengan para pengawalku yang tadi menyeretmu?”
“Allah telah membinasakan mereka semua,” jawab anak muda itu.
Mendengar ucapannya, raja menyuruh para
pengawalnya yang lain untuk membawa anak muda itu ke tengah laut dengan sebuah perahu kecil.
Raja berpesan: “Jika kalian tiba di tengah samudra, tawarkan kepadanya untuk kembali ke agama lamanya. Jika ia menolak, lemparkan ke laut!”
Para pengawal membawa anak muda itu ke tengah samudra. Dalam perjalanan, anak muda kembali berdoa,
“Ya Allah, binasakanlah mereka dengan kehendak-Mu!”
Usai berdoa, perahu yang ditumpangi mereka
terbalik hingga semua pengawal itu mati tenggelam, sedangkan si anak muda dapat menyelamatkan diri dan kembali menemui raja.
Tentu saja sang raja terkesiap heran, lalu bertanya kepadanya, “Apa yang terjadi dengan para pengawalku
yang membawamu ke tengah samudra?”
Pemuda itu menjawab, “Mereka telah dibinasakan Allah.” Kemudian ia berkata lagi, “Kau tidak akan bisa membunuhku, kecuali jika kau memenuhi keinginanku.”
“Apa yang kau inginkan?” tanya raja.
Pemuda itu menjawab, “Kumpulkanlah manusia
di sebuah bukit. Lalu, saliblah tubuhku pada sebatang pohon kurma. Lalu, ambillah anak panah dan letakkan di tengah-tengah busurnya. Sebelum kaulontarkan anak
panah itu, katakanlah: ‘Dengan menyebut nama Allah, Tuhan si anak muda.’ Jika kau melakukannya, kau pasti bisa membunuhku.
Akhirnya, raja tersebut mengumpulkan orang-orang di sebuah bukit. Setelah mereka berkumpul, raja memerintahkan pasukannya untuk menyalib pemuda itu pada sebatang kurma. Kemudian raja mengambil busur
dan sebuah anak panah dari sarungnya, meletakkannya di tengah-tengah busur, lalu berkata: “Dengan nama Allah, Tuhan anak muda ini.”
Dan, anak panah di tangan sang raja terlontar
dengan sangat cepat menuju sasarannya. Anak panah itu tepat menembus jantung pemuda itu hingga ia terkulai mati.
Menyaksikan kejadian tersebut, semua orang yang berkumpul di bukit berkata: “Kami beriman kepada Tuhan anak muda ini. Kami beriman kepada Tuhan anak muda ini. Kami beriman kepada Tuhan anak muda ini.”
Tentu saja peristiwa itu mengejutkan sang raja
dan membuatnya murka. Ia perintahkan semua
prajuritnya untuk menggali sebuah parit yang
sangat besar dan dalam. Setelah parit itu siap, raja memerintahkan pasukannya untuk mengumpulkan kayu bakar dan meletakkannya di dasar parit. Setelah itu, ia memerintahkan mereka untuk membuat api dari
tumpukan kayu bakar itu sehingga parit yang besar itu menjadi lubang api yang sangat panas. Setelah itu, raja berpaling kepada semua orang dan berkata, “Siapa pun di antara kalian yang tidak mau kembali kepada agama
lamanya, terjunlah ke dalam parit itu!
Ternyata tidak ada seorang pun yang mau kembali pada agama lamanya. Alih-alih kufur dari agama Allah, mereka melangkah mantap menceburkan dirinya ke dalam parit api yang berkobar-kobar hebat. Orang yang
terakhir berjalan menuju parit api adalah seorang ibu yang menggendong bayinya. Wanita itu melangkah pelan karena merasa kasihan kepada bayinya yang masih menyusui. Ia tak sampai hati membawa bayinya ke dalam
kobaran api. Namun, tiba-tiba—dengan izin Allah—bayi itu berkata, “Wahai Ibu, bersabarlah! Sesungguhnya engkau berada dalam kebenaran.” Dan dengan langkah
yang mantap, wanita itu pun terjun ke dalam kobaran api.