Jumat, 21 Maret 2025

113. Sikap Umar atas Perjanjian Hudaibiyah

Ketika perjanjian Hudaibiyah disetujui antara pihak Quraisy dan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, sebagian besar orang-orang Islam merasa kecewa, Umar sempat berkata, "Sesungguhnya Rasulullah telah berdamai dan mengadakan perjanjian dengan penduduk Makkah, dalam perjanjian itu, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam telah memberikan syarat yang kelihatannya lebih memihak pada kaum Quraisy. Jika ada orang-orang Quraisy yang datang kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam tanpa seijin walinya, walaupun ia telah memeluk Islam, Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam harus mengembalikannya kepada mereka. Tetapi jika ada orang Islam yang meninggalkan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam dan bergabung dengan orang-orang Quraisy, maka dia tidak boleh diminta untuk dikembalikan kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.


Klausul ini tampak nyata "kerugiannya" ketika datang salah seorang Quraisy yang telah masuk Islam, Abu Jandal bin Suhail bin Amr dalam keadaan terbelenggu datang kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam untuk meminta perlindungan. Ketika itu pihak kaum Quraisy, Suhail bin Amr, langsung meminta agar Abu Jandal, yang tidak lain anaknya sendiri, dikembalikan lagi kepadanya.


Walaupun dengan berbagai argumen, ternyata Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wassalam tidak bisa mempertahankan Abu Jandal untuk bersama umat Islam lainnya. Saat itu, Umar mendekati Abu Jandal menasehatinya tetap bersabar, tetapi juga mendekatkan gagang pedangnya kepada Abu Jandal. Sebenarnya ia berharap Abu Jandal akan mengambil pedang tersebut dan membabatkan ke tubuh ayahnya, tetapi itu tidak dilakukan oleh Abu Jandal.


Sikapnya yang temperamental dan tegas dengan kebenaran, memaksanya untuk menemui Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam setelah perjanjian ini dikukuhkan. Ia berkata kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, "Ya Rasulullah, bukankah kita berada di atas kebenaran dan mereka di atas kebathilan?"


Nabi membenarkan.


"Bukankah korban meninggal di antara kita berada di surga, dan korban mati di antara mereka di neraka." Kata Umar lagi.


Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam membenarkan lagi. Umar berkata lagi, "Lalu mengapa kita harus merendahkan agama kita dan kembali, padahal Allah belum memberikan keputusan antara kita dan mereka.?"


Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menjawab, "Wahai Ibnul Khaththab, aku adalah Rasul Allah, dan aku tidak akan mendurhakaiNya, Dia penolongku, dan sekali-kali Dia tidak akan menelantarkan aku."


Bukan namanya Umar al Faruq, kalau ia berhenti dengan penjelasan seperti itu, ia berkata lagi, "Bukankah engkau telah memberitahukan kepada kami, kita akan mendatangi Ka'bah dan Thawaf disana?"


"Apakah aku pernah menjanjikan kita melakukannya tahun ini?" Kata Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam.


"Tidak, Ya Nabi…!" Jawab Umar.


Maka Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam menegaskan, "Kalau begitu, engkau akan pergi ke Ka'bah dan thawaf disana!!"


Walau tidak bisa lagi mendebat Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, kemudian Umar mendatangi Abu Bakar dan menyampaikan keresahan yang dirasakannya dan sebagian besar orang Islam lainnya. Tetapi Abu Bakar memberikan jawaban yang sama dengan Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan akhirnya ia menasehati Umar, "Patuhlah engkau kepada perintah dan larangan beliau sampai engkau meninggal dunia, Demi Allah, beliau berada di atas kebenaran."


Tak lama berselang, turunlah wahyu Allah, "Sesungguhnya Kami telah memberikan kepadamu kemenangan yang nyata." (Al Fath 


1). Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam membacakan ayat ini dan ayat-ayat selanjutnya kepada Umar, barulah hatinya merasa tenang.


Berlalulah waktu, Umar menyadari apa yang dilakukannya kepada Nabi Shalallahu ‘Alaihi Wassalam, dan tak habisnya ia menyesali sikapnya. Ia ungkapkan kegundahan hatinya dengan kata-katanya, "Setelah itu aku terus menerus melakukan berbagai amal, bersedekah, berpuasa, shalat dan berusaha membebaskan dari apa yang kulakukan saat itu. Aku selalu dibayangi dengan peristiwa itu, dan aku berharap semoga ini merupakan kebaikan (sebagai penebus sikapku saat itu)"



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

115. Kalau bukan surga urusannya, aku pasti mengalah

Pernah mendengar nama Sa'ad bin Khaitsamah? Sa'ad dan ayahnya , Khaitsamah , sama2 gugur dlm pertempuran. Namun berbeda waktu dan te...