Rabu, 12 Maret 2025

93. Keadilan Tak Pandang Bulu

Dikisahkan ada seorang wanita dari keluarga 

terhormat dan disegani yang berasal dari Bani 

Makhzum telah mencuri. Maka, ia harus dihukum 

sesuai dengan perbuatannya: tangannya harus dipotong. 

Namun, kaum dan keluarga wanita itu merasa keberatan 

karena hukuman itu akan menjadi pukulan berat. Mereka akan merasa terhina. Karena itulah, mereka melakukan 

berbagai upaya agar Rasulullah memaafkan wanita itu dan membatalkan hukuman potong tangan.

Mereka mencari orang yang bisa dimintai tolong 

untuk menyampaikan keinginan mereka dan membujuk Rasulullah. Mereka bertanya satu sama lain, “Siapakah 

yang akan berbicara kepada Rasulullah?” 

Sebagian mereka menjawab, “Tidak ada yang bisa dipercaya selain Usamah ibn Zaid, kekasih Rasulullah!” 

Mereka tahu, Usamah adalah putra Zaid, sahabat yang dekat dan dicintai Rasulullah.


Akhirnya, mereka menemui Usamah dan memohon kepadanya untuk menghadap Rasulullah Saw. dan 

menyampaikan maksud mereka. Maka, Usamah beranjak pergi menemui Rasulullah dan menyampaikan keinginan keluarga wanita itu. Mendengar permintaannya, Rasulullah terlihat marah, 

lalu berkata, “Apakah kau meminta keringanan atas 

hukum yang telah ditetapkan Allah?” Kemudian, beliau 

berdiri dan berkhutbah di hadapan kaum Muslim hingga sampai pada sabdanya:

“Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya, jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”

Tidak ada yang berubah pada ketetapan Allah dan 

Rasul-Nya, dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Wanita dari keluarga yang terhormat itu tetap harus menjalani 

hukuman: tangannya dipotong. Aisyah r.a. menuturkan, 

“Wanita itu kemudian bertobat, memperbagus tobatnya, dan menikah. Ia pernah datang dan menyampaikan hajatnya kepada Rasulullah.


Keadilan Rasulullah Saw. juga terlihat jelas dalam 

peristiwa Perang Badar. Dalam peperangan yang 

dimenangi kaum Muslim 

ini, banyak sekali orang 

Quraisy yang ditawan. 

Mereka semua diikat 

dengan tali agar 

tidak bisa melarikan 

diri. Di antara para tawanan itu terdapat Al-Abbas, paman Rasulullah Saw. 

Dalam peperangan 

itu, Al-Abbas belum 

menjadi Muslim dan ia 

bergabung dengan pasukan Quraisy 

hingga akhirnya tertangkap dan tangannya dibelenggu. 

Tali yang mengikat tangan para tawanan begitu kuat sehingga mereka mengerang kesakitan. Mereka 

dikumpulkan di dekat masjid, dekat rumah Rasulullah Saw. sehingga beliau mendengar suara erangan para tawanan itu, termasuk suara pamannya. Erangan Al Abbas itu membuat beliau tidak bisa tidur. Rupanya para sahabat menyadari perasaan Rasulullah Saw. sehingga 

mereka melonggarkan ikatan pada tangan Al-Abbas. 


Setelah itu, tak terdengar lagi erangan kesakitan dari mulutnya.Tentu saja Rasulullah Saw. heran. Maka, beliau menyuruh seseorang untuk pergi memeriksa mengapa 

suara pamannya tak terdengar lagi. Si utusan 

menyampaikan bahwa Al-Abbas tidak lagi mengerang kesakitan karena ikatan di tangannya telah dilonggarkan. 

Mengetahui hal itu, beliau langsung berkata kepada para sahabat, “Semua tawanan harus diperlakukan sama. 

Longgarkan ikatan semua tawanan. Jangan membeda bedakan antara yang satu dan yang lain. Atau, ketatkan 

lagi ikatan pada tangan Al-Abbas agar semuanya 

mendapat perlakuan yang sama.”

Akhirnya, ikatan pada tangan semua tawanan itu dilonggarkan.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar

115. Kalau bukan surga urusannya, aku pasti mengalah

Pernah mendengar nama Sa'ad bin Khaitsamah? Sa'ad dan ayahnya , Khaitsamah , sama2 gugur dlm pertempuran. Namun berbeda waktu dan te...