Dikisahkan ada seorang wanita dari keluarga
terhormat dan disegani yang berasal dari Bani
Makhzum telah mencuri. Maka, ia harus dihukum
sesuai dengan perbuatannya: tangannya harus dipotong.
Namun, kaum dan keluarga wanita itu merasa keberatan
karena hukuman itu akan menjadi pukulan berat. Mereka akan merasa terhina. Karena itulah, mereka melakukan
berbagai upaya agar Rasulullah memaafkan wanita itu dan membatalkan hukuman potong tangan.
Mereka mencari orang yang bisa dimintai tolong
untuk menyampaikan keinginan mereka dan membujuk Rasulullah. Mereka bertanya satu sama lain, “Siapakah
yang akan berbicara kepada Rasulullah?”
Sebagian mereka menjawab, “Tidak ada yang bisa dipercaya selain Usamah ibn Zaid, kekasih Rasulullah!”
Mereka tahu, Usamah adalah putra Zaid, sahabat yang dekat dan dicintai Rasulullah.
Akhirnya, mereka menemui Usamah dan memohon kepadanya untuk menghadap Rasulullah Saw. dan
menyampaikan maksud mereka. Maka, Usamah beranjak pergi menemui Rasulullah dan menyampaikan keinginan keluarga wanita itu. Mendengar permintaannya, Rasulullah terlihat marah,
lalu berkata, “Apakah kau meminta keringanan atas
hukum yang telah ditetapkan Allah?” Kemudian, beliau
berdiri dan berkhutbah di hadapan kaum Muslim hingga sampai pada sabdanya:
“Sesungguhnya yang telah membinasakan umat sebelum kalian adalah jika ada orang terhormat dan mulia di antara mereka mencuri, mereka tidak menghukumnya. Sebaliknya, jika orang rendahan yang mencuri, mereka tegakkan hukuman terhadapnya. Demi Allah, bahkan seandainya Fatimah putri Muhammad mencuri, niscaya aku sendiri yang akan memotong tangannya!”
Tidak ada yang berubah pada ketetapan Allah dan
Rasul-Nya, dan tidak ada yang bisa mengubahnya. Wanita dari keluarga yang terhormat itu tetap harus menjalani
hukuman: tangannya dipotong. Aisyah r.a. menuturkan,
“Wanita itu kemudian bertobat, memperbagus tobatnya, dan menikah. Ia pernah datang dan menyampaikan hajatnya kepada Rasulullah.
Keadilan Rasulullah Saw. juga terlihat jelas dalam
peristiwa Perang Badar. Dalam peperangan yang
dimenangi kaum Muslim
ini, banyak sekali orang
Quraisy yang ditawan.
Mereka semua diikat
dengan tali agar
tidak bisa melarikan
diri. Di antara para tawanan itu terdapat Al-Abbas, paman Rasulullah Saw.
Dalam peperangan
itu, Al-Abbas belum
menjadi Muslim dan ia
bergabung dengan pasukan Quraisy
hingga akhirnya tertangkap dan tangannya dibelenggu.
Tali yang mengikat tangan para tawanan begitu kuat sehingga mereka mengerang kesakitan. Mereka
dikumpulkan di dekat masjid, dekat rumah Rasulullah Saw. sehingga beliau mendengar suara erangan para tawanan itu, termasuk suara pamannya. Erangan Al Abbas itu membuat beliau tidak bisa tidur. Rupanya para sahabat menyadari perasaan Rasulullah Saw. sehingga
mereka melonggarkan ikatan pada tangan Al-Abbas.
Setelah itu, tak terdengar lagi erangan kesakitan dari mulutnya.Tentu saja Rasulullah Saw. heran. Maka, beliau menyuruh seseorang untuk pergi memeriksa mengapa
suara pamannya tak terdengar lagi. Si utusan
menyampaikan bahwa Al-Abbas tidak lagi mengerang kesakitan karena ikatan di tangannya telah dilonggarkan.
Mengetahui hal itu, beliau langsung berkata kepada para sahabat, “Semua tawanan harus diperlakukan sama.
Longgarkan ikatan semua tawanan. Jangan membeda bedakan antara yang satu dan yang lain. Atau, ketatkan
lagi ikatan pada tangan Al-Abbas agar semuanya
mendapat perlakuan yang sama.”
Akhirnya, ikatan pada tangan semua tawanan itu dilonggarkan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar