Jumat, 07 Februari 2025

79. Keutamaan Memaafkan

Hari itu, Rasulullah Saw. dan sahabat-sahabatnya 

sedang berkumpul di Masjid Nabawi. Ketika 

semuanya sedang asyik tenggelam dalam majelis 

ilmu, tiba-tiba mereka dikagetkan dengan kemunculan 

seorang pria yang menyeret pria lainnya yang diikat 

tali. Setelah mengucapkan salam, pria di depan berkata 

marah, “Wahai Rasulullah, orang ini telah membunuh 

saudaraku!”

Rasulullah Saw. diam sejenak dan beberapa saat 

kemudian beliau berkata dengan nada yang lembut 

kepada orang yang diikat, “Benarkah kau telah 

membunuh saudaranya?”

“Kalau ia tidak mengaku, aku punya saksi, wahai 

Rasulullah!” sergah orang pertama menyela jawaban 

orang yang diikat. Kemudian, ia serahkan tali pengikatnya 

kepada Rasulullah Saw.

“Benar, wahai Rasulullah, aku telah membunuh 

saudaranya,” jawab orang yang diikat itu dengan

suara lirih seraya menundukkan kepala menyesali 
perbuatannya.
“Bagaimana kau membunuhnya?” tanya Rasulullah 
Saw. tetap dengan nada yang lembut.
“Begini ceritanya, wahai Rasulullah Saw.,” tutur si 
pembunuh, “ketika aku dan saudaranya itu memetik 
dedaunan dari sebatang pohon, ia mencaci maki dan 
menghinaku. Aku tidak tahan mendengar caciannya. Aku 
marah dan kupukul kepalanya dengan kapak hingga ia 
terbunuh.” 
Mendengar jawabannya yang jujur, Rasulullah Saw. 
diam sejenak, lalu beberapa saat kemudian berujar, 
“Apakah kau punya keluarga yang mungkin bisa 
membayar tebusan untuk membebaskanmu?”
“Wahai Rasulullah, di mata keluargaku, aku lebih 
hina daripada kapak itu,” jawab si pembunuh.
Rasulullah Saw. menarik napas dalam-dalam. Setelah 
itu, beliau menyerahkan kembali tali itu kepada keluarga 
si korban seraya berkata, “Terserah kalian, apa yang akan 
kalian lakukan terhadap temanmu yang telah membunuh 
saudaramu ini.”

Setelah menerima tali pengikat tersebut, keluarga si 
korban lalu mohon diri seraya menyeret si pembunuh. 
Baru saja beberapa langkah ia berlalu dari hadapan 
Rasulullah Saw., beliau berkata kepada para sahabat 
yang hadir kala itu, “Jika ia membunuh si pembunuh itu 
maka ia sama dengannya.

Ternyata orang yang sedang menyeret si pembunuh 
itu mendengar ucapan Rasulullah Saw. itu sehingga ia 
menghentikan langkahnya, berbalik mendekati Rasulullah 
dan berkata, “Wahai Rasulullah, barusan aku mendengar 
ucapanmu: ‘Jika ia membunuh si pembunuh itu maka 
ia sama dengannya.’ Kini, aku serahkan sepenuhnya 
persoalan ini kepadamu, ya Rasulullah.”
Mendengar ucapannya, Rasulullah Saw. diam dan 
termenung. Beberapa saat kemudian beliau berkata 
kepada saudara si korban, “Maukah kau jika pembunuh 
ini memikul dosamu dan dosa saudaramu yang 
terbunuh?”
Laki-laki itu termenung mendapat pertanyaan yang 
tak terduga itu. Ia diam beberapa lama, sepertinya tak 
rela bila si pembunuh dibiarkan hidup. Namun, akhirnya 
ia menjawab, “Tentu saja aku mau, wahai Rasulullah!”
“Jika kau membebaskannya maka ia akan memikul 
dosamu dan dosa saudaramu yang terbunuh!” 
Setelah mendengar penuturan Rasulullah Saw., lakilaki itu pun melepaskan tali yang mengikat si pembunuh 
dan membebaskannya pergi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

115. Kalau bukan surga urusannya, aku pasti mengalah

Pernah mendengar nama Sa'ad bin Khaitsamah? Sa'ad dan ayahnya , Khaitsamah , sama2 gugur dlm pertempuran. Namun berbeda waktu dan te...