Ma’iz adalah sahabat Rasulullah Saw. yang masih
muda dan menikah di Madinah. Suatu hari, setan
menggodanya sehingga ia jatuh hati pada tetangganya,
istri seorang Anshar. Mereka kerap berdua-duaan tanpa
seorang pun mengetahuinya. Lalu, hadirlah setan di
antara mereka. Setan terus membujuk mereka hingga
terjadilah perbuatan haram. Setan berhasil menggoda
mereka dan setelah itu ia pergi meninggalkan mereka.
Ma’iz menangis saat menyadari keburukannya. Ia
membayangkan dosa yang telah dilakukannya. Ia sangat
takut terhadap azab Allah. Hidupnya menjadi sangat
sempit dan sulit. Rasa berdosa terus membakar hatinya.
Namun, ia tidak berputus asa. Ia segera mendatangi sang
pengobat hati, berdiri di hadapan beliau, dan berkata
lirih, “Wahai Rasulullah, orang hina ini telah melakukan
zina, sucikanlah aku!”
Di luar dugaan, Rasulullah Saw. pergi menghindar
sehingga Ma’iz mengejar beliau dan berkata, “Wahai
Rasulullah, aku telah berzina. Sucikanlah aku!”
Rasulullah Saw. berkata, “Hus, pulanglah kamu, mohon
ampun kepada Allah, dan bertobatlah kepada-Nya!”
Ma’iz pun pulang. Namun, belum jauh melangkah, ia
kembali mendatangi Rasulullah Saw. dan berkata, “Wahai
Rasulullah, sucikanlah aku!”
“Hus, pulanglah, mohonlah ampunan kepada Allah,
dan bertobatlah kepada-Nya!”
Belum jauh melangkah, ia kembali lagi dan
mengatakan perkataan yang sama.
Maka, Rasulullah Saw. berseru, “Sudahlah! Apakah
kau tahu apa itu zina?”
Kemudian, beliau menyuruhnya keluar sehingga ia
pun keluar. Ia kembali datang menemui Rasulullah Saw.
lebih dari empat kali, sampai-sampai beliau bertanya
kepada para sahabat, “Apakah ia sakit jiwa?”
Mereka menjawab, “Wahai Rasulullah, setahu kami,
ia baik-baik saja.”
“Apakah ia minum arak?” tanya Rasulullah Saw.
lagi. Seorang lelaki berdiri dan mengendus mulut Ma’iz.
Ternyata, tidak tercium bau arak.
Rasulullah Saw. bertanya, “Tahukah kamu, apa zina itu?”
Ma’iz menjawab, “Ya. Aku mendatangi perempuan
yang haram untukku seperti aku mendatangi istriku
sendiri.
“Lantas, apa maumu dengan terus mengatakan yang
kaukatakan?”
“Aku ingin engkau menyucikan diriku.”
“Baiklah,” ujar Rasulullah Saw., kemudian memerintah kan para sahabat untuk merajam Ma’iz hingga ia
meninggal.
Usai dishalatkan dan dikubur, Rasulullah Saw. beserta
sebagian sahabat berjalan melewati tempat perajaman.
Beliau mendengar salah seorang dari mereka berbicara
kepada temannya, “Lihatlah ini! Allah telah menutupi
kehormatan orang ini, tetapi nafsunya tidak mau hingga
ia dirajam seperti anjing.”
Rasulullah Saw. terdiam, lalu berjalan lagi sampai
melewati bangkai keledai yang telah terbakar matahari,
tubuhnya menggelembung dan kedua kakinya copot.
Melihat bangkai itu, beliau bertanya, “Mana si fulan dan
si fulan?”
Mereka berdua menyahut, “Kami, wahai Rasulullah.”
“Turunlah, lalu makan bangkai keledai ini!” suruh
Rasulullah Saw.
Keduanya berkata, “Wahai Nabiyullah, semoga Allah
mengampuni engkau. Siapa yang mau memakan bangkai
ini!”
Rasulullah Saw. bersabda, “Apa yang kalian katakan
tadi lebih buruk daripada makan bangkai ini. Saudara
kalian itu telah mendapat karunia tobat yang besar,
yang kalau dibagi-bagikan ke seluruh manusia, pasti
Setelah disusui hingga disapih, ia datang lagi
kepada Rasulullah Saw. dengan membawa anak itu yang
memegang potongan roti. Ia berkata, “Wahai Rasulullah,
inilah anakku. Aku telah menyapihnya dan ia sudah bisa
makan.”
Maka, Rasulullah Saw. menyerahkan anak itu kepada
salah seorang Muslim, lalu beliau memerintahkan
untuk menghukum perempuan itu. Maka, digalilah
lubang sedalam dada perempuan tersebut dan beliau
memerintahkan orang-orang untuk merajam sehingga
mereka pun merajamnya.
Khalid ibn Walid datang membawa batu, lalu
melempar kepala perempuan itu hingga darahnya
memerciki wajah Khalid. Kemudian Khalid mencerca
wanita itu, tetapi Rasulullah Saw. yang mendengar
cercaannya berkata, “Jangan begitu, Khalid! Demi
Allah yang diriku berada dalam kuasa-Nya, sungguh
perempuan itu telah bertobat yang seandainya tobat
ini dilakukan pemungut harta yang zalim, tentu ia akan
diampuni.” Kemudian, Rasulullah Saw. memerintahkan
untuk merawat jenazah perempuan itu dan beliau
menyalatinya. Setelah itu, jenazahnya dimakamkan
seperti biasa.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar