Suatu hari Rasulullah Saw. berkumpul bersama para
sahabat, termasuk di dalamnya ada Buraidah ibn
Al-Hushaib Al-Aslami. Saat beliau asyik menyampaikan
tuntunan, tiba-tiba muncul seorang perempuan.
Setelah mengucapkan salam dan saling menyapa
sejenak dengan Rasulullah Saw., ia bertutur dengan
suara lirih, “Wahai Rasulullah, beberapa waktu lalu aku
memberikan seorang budak perempuan kepada ibuku,
tetapi sekarang ibuku telah meninggal.”
Rasulullah Saw. bersabda, “Kau pasti mendapatkan
pahala dan budak itu kini menjadi milikmu kembali
sebagai warisan.”
“Wahai Rasulullah,” ucap perempuan itu melanjutkan, “Ibuku punya utang puasa sebulan, bolehkah aku
berpuasa atas nama ibuku?”
“Berpuasalah atas namanya.”
“Wahai Rasulullah, ibuku juga belum pernah menunaikan
ibadah haji. Bolehkah aku berhaji atas nama ibuku?”
“Berhajilah atas namanya.”
Pada kesempatan yang lain seorang laki-laki datang dan
bertanya kepada Rasulullah Saw., “Ya Rasulullah, ibuku
mendadak meninggal dunia. Aku menduga seandainya
ia sempat bicara sebelum meninggal, tentu ia akan
bersedekah. Jadi, apakah ia dapatkan pahala sedekah
apabila aku bersedekah atas namanya?”
Rasulullah Saw. menjawab singkat, “Ya, dapat.”
Hampir senada dengan kisah di atas, seorang laki-laki
bertanya kepada Rasulullah Saw., “Ya Rasulullah, bapakku
sudah meninggal. Ia meninggalkan harta tetapi tidak
memberi wasiat berkaitan dengan harta peninggalannya.
Dapatkah harta-harta itu menghapus dosa-dosanya jika
kusedekahkan atas namanya?”
“Ya, dapat,” jawab Rasulullah Saw. singkat.
Sementara, berkaitan dengan nazar seseorang yang
telah meninggal, diriwayatkan bahwa Sa‘d ibn Ubadah
pernah meminta fatwa kepada Rasulullah Saw. tentang
nazar ibunya yang telah meninggal, tetapi belum sempat
ditunaikan.
Maka, Rasulullah Saw. bersabda, “Tunaikan olehmu
atas namanya!”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar