Jumat, 27 Desember 2024

42. Allah sebagai Penyelamat

 Suatu hari, dalam sebuah perjalanan menuju Ghatafan, 

Rasulullah Saw. dan pasukan Muslim menghentikan 

perjalanan karena hujan turun dengan sangat lebat. 

Beliau berlindung di bawah sebatang pohon, sementara 

anggota pasukan lain berpencar, masing-masing mencari 

tempat bernaung dan beristirahat.

Namun, rupanya musuh yang bersembunyi di 

ketinggian bukit melihat Rasulullah dan pasukannya yang 

tengah berlindung dari hujan deras. Mereka juga melihat 

saat itu Rasulullah bernaung hanya seorang diri tanpa 

seorang sahabat pun melindunginya. Mereka melihat 

kesempatan emas untuk membunuh Muhammad. 

Maka, mereka mengutus seorang lelaki yang paling 

berani dalam peperangan, yaitu Du’tsur ibn Al-Harits. 

Ia menyelinap, berjalan mengendap-endap mendekati

tempat Rasulullah Saw. beristirahat. Setelah dekat, ia 

mengawasi sekelilingnya, memastikan bahwa tak ada 

seorang sahabat pun yang mengawal Muhammad. 

Dengan sikap yang waspada, ia berjalan perlahan dan 
saat jaraknya sangat dekat, ia cabut pedangnya dan 
mengacungkannya kepada Muhammad.
Tentu saja Rasulullah Saw. terkejut, tetapi tetap 
bersikap tenang. Sambil menghunus pedang yang 
mengilap, Du’tsur membentak, “Siapakah yang dapat 
menyelamatkanmu sekarang?!”
Rasulullah Saw. menjawab dengan tenang, 
“Allah!” Anehnya, mendengar jawaban beliau, tubuh 
Du’tsur bergetar hingga pedang di tangannya terjatuh. 
Dengan sigap, Rasulullah Saw. mengambil pedangnya 
lalu balik bertanya, “Sekarang, siapakah yang dapat 
menyelamatkanmu?”
Ia menjawab, “Tak ada seorang pun.”
“Mengapa kau tidak katakan saja Allah?!” ujar 
Rasulullah Saw.
Kegaduhan itu didengar para sahabat sehingga 
mereka langsung mengepung Du’tsur. Mereka meminta 
kepada Rasulullah Saw. agar diperbolehkan membunuh 
orang itu. Du’tsur merengek dan mengiba meminta 
ampunan kepada Rasulullah Saw. sehingga beliau 
mengampuni dan membebaskannya.
Lalu, ia berlari ke markas pasukannya sendiri 
dan menceritakan apa yang baru saja dialaminya. Ia 
mengatakan bahwa Muhammad adalah orang yang 
sangat pemurah dan baik hati. Ia ceritakan berbagai
keutamaan Rasulullah sehingga mereka semua tertarik 
dan menyatakan masuk Islam.
Allah Swt. senantiasa menjaga dan memelihara RasulNya dari makar dan reka-perdaya musuh-musuhnya, 
termasuk dari kejahatan kaum Yahudi. Ada banyak kisah 
tentang upaya Yahudi untuk menyakiti dan membunuh 
Rasulullah.
Usai Perang Uhud yang menorehkan duka 
mendalam di hati Rasulullah Saw. dan kaum Muslimin, 
Yahudi Bani Nadir berkonspirasi untuk membunuh 
Rasulullah Saw. Kesempatan itu mereka dapatkan ketika 
beliau mendatangi perkampungan Yahudi itu untuk 
merundingkan sesuatu. Saat itu, beliau duduk di rumah 
salah seorang pemuka Yahudi Bani Nadhir ditemani 
beberapa orang sahabat. 
Mereka melihatnya sebagai peluang emas untuk 
membunuh Muhammad. Maka, mereka memerintahkan 
salah seorang Yahudi untuk naik ke dinding rumah 
sambil membawa sebongkah batu besar untuk kemudian 
ditimpakan ke atas kepala Muhammad. 
Namun, sesaat sebelum niat jahat orang Yahudi 
itu terlaksana, Rasulullah Saw. bangun dari tempat 
duduknya, kemudian langsung pergi meninggalkan 
perkampungan itu. Tentu saja mereka tidak tahu
bahwa Jibril telah mengabarkan niat jahat mereka dan 
menyelamatkan Rasulullah Saw. 
Setelah peristiwa itu, Rasulullah Saw. mengumpulkan 
para sahabat dan bersepakat untuk mengusir orang 
Yahudi Bani Nadhir dari Madinah. Rasulullah Saw. 
mengirim utusan yang membawa surat ultimatum: 
“Keluarlah kalian dari Madinah, karena kalian telah 
berkhianat. Aku memberi kalian tempo sepuluh hari. 
Siapa pun yang masih tinggal di kampung itu setelah 
waktu yang ditentukan, ia akan dibunuh.”
Namun, setelah waktu yang ditetapkan berakhir, 
mereka mengabaikan peringatan itu dan tetap 
bertahan di perkampungan itu. Maka, Rasulullah segera 
menghimpun pasukan Muslim untuk mengepung dan 
mengusir mereka dari Madinah. Mereka bersikukuh 
bertahan di balik benteng Bani Nadhir. Namun, setelah 
dua puluh hari pengepungan, mereka menyerah dan 
memohon ampunan kepada Rasulullah. Mereka meminta 
dibolehkan pergi meninggalkan perkampungan itu 
dengan membawa harta dan keluarga mereka.
Rasulullah Saw. mengizinkan mereka pergi dari 
Madinah. Akhirnya, Yahudi Bani Nadhir pergi dari 
Madinah meninggalkan bahan makanan, tanah pertanian, 
50 baju besi, dan 340 bilah pedang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

115. Kalau bukan surga urusannya, aku pasti mengalah

Pernah mendengar nama Sa'ad bin Khaitsamah? Sa'ad dan ayahnya , Khaitsamah , sama2 gugur dlm pertempuran. Namun berbeda waktu dan te...