Suatu pagi para pemuka Quraisy tersentak bangun dari
tidur mereka. Kabar buruk mengusik ketenangan:
Muhammad lolos dari kepungan para pemuda Quraisy
yang berniat membunuhnya. Malam itu Rasulullah Saw.
dan Abu Bakar telah pergi dari Makkah menuju Madinah.
Para pemuda yang mengepung rumah Rasulullah
menyangka beliau masih ada di dalam karena melihat
seseorang berbaring di atas ranjang beliau. Padahal, itu
adalah Ali ibn Abi Thalib yang diperintah Rasulullah Saw.
untuk tidur di atas ranjangnya dan mengenakan selimut
beliau.
Pagi itu Makkah dilanda kepanikan. Para pemuka
Quraisy langsung berkumpul dan memerintahkan
pasukannya pergi mengejar dan mencari Muhammad
ke segala penjuru, tetapi mereka tak kunjung menemukannya. Para pembesar putus asa, dan akhirnya menggelar sayembara kepada para kabilah yang tersebar
sepanjang jalan antara Makkah dan Madinah: “Siapa pun
yang berhasil membawa Muhammad hidup atau mati ke
hadapan para pembesar Quraisy, ia akan diberi hadiah
sebanyak seratus ekor unta betina terbaik!”
Suraqah ibn Malik yang mendengar sayembara
itu segera menyiapkan baju besi, pedang, dan pelana
kudanya. Setelah menyiapkan segala bekal dan
perlengkapan, ia pacu kudanya sekencang-kencangnya
menyusul Rasulullah Saw. Memang ia terkenal sebagai
penunggang kuda yang cekatan. Perawakannya tinggi
besar dengan sorot mata yang tajam. Ia pun dikenal
sebagai pencari jejak yang cermat dan berpengalaman. Ia
lewati dengan tangkas jalan-jalan yang sukar dilalui orang
biasa. Ia bergerak dengan sangat waspada dan hati-hati.
Matanya nyalang melihat ke segala arah.
Namun, tanpa diduga, ketika ia memacu kudanya
dengan kencang, tiba-tiba kaki depan kudanya tersandung
dan ia jatuh terpental dari punggung kuda.
“Kuda sialan!” serapahnya kesal.
Tanpa pedulikan rasa sakit, ia berdiri dan kembali
memacu kudanya. Namun, untuk kali kedua, kudanya
tersandung lagi, melontarkan penunggangnya. Tentu saja
Suraqah makin kesal. Namun, ia tak berputus asa. Ia
bangkit lagi dan sigap melompat ke punggung kudanya.
Belum begitu jauh dari tempatnya jatuh, ia melihat
Rasulullah Saw. berjalan berdua dengan sahabatnya.
Maka, ia julurkan tangannya untuk mengambil busur.
Namun, tiba-tiba tangannya kaku tak bisa digerakkan.
Suraqah heran bercampur marah. Tak hanya itu, kini
kaki kudanya terbenam di pasir. Debu beterbangan di
sekitarnya membuat matanya kelilipan, nyaris tak bisa
melihat. Ia berusaha menggerakkan kudanya, tetapi tak
berhasil. Hewan itu seperti terpancang lekat di bumi.
Suraqah memandang dua laki-laki buruannya itu lalu
berseru dengan suara memelas, “Hai … kalian berdua!
Berdoalah kepada Tuhanmu supaya Dia melepaskan kaki
kudaku. Aku berjanji tidak akan mengganggu kalian!”
Rasulullah Saw. berdoa dan kaki kuda Suraqah
terlepas dari tanah. Namun, ketamakan memenuhi
hatinya sehingga ia melanggar janjinya sendiri. Saat
kudanya kembali bisa bergerak, Suraqah bangkit hendak
menyerang Rasulullah. Sial, kaki kudanya kembali
terbenam lebih parah dari semula.
Suraqah memohon belas kasihan kepada Rasulullah,
“Ambillah perbekalanku, juga harta dan senjataku. Demi
Allah aku berjanji, akan menyuruh pulang setiap orang
yang berusaha melacak kalian.”
“Kami tidak butuh perbekalan dan hartamu.
Cukuplah jika kausuruh kembali orang-orang yang hendak
melacak dan mengejar kami!” jawab Rasulullah Saw.
Setelah itu, Rasulullah Saw. berdoa, dan kaki
kuda Suraqah pun terbebas. Saat hendak beranjak
pergi, Suraqah berkata, “Demi Allah, aku tidak akan
mengganggumu!
“Apa yang kau inginkan dari kami?” Rasulullah
bertanya.
“Demi Allah, hai Muhammad! Aku yakin agama
yang kaubawa akan menang dan engkau mendapatkan
kekuasaan yang tinggi. Berjanjilah kepadaku, jika kelak
aku datang ke kerajaanmu, bermurah hatilah kepadaku.
Tuliskanlah itu untukku!” pinta Suraqah.
Rasulullah Saw. menyuruh Abu Bakar menuliskannya
pada sepotong tulang, lalu diberikannya kepada Suraqah
sambil berkata, “Bagaimana hai Suraqah, jika kelak kau
memakai gelang kebesaran Kisra?”
“Gelang kebesaran Kisra ibn Hormuz?” tanya Suraqah
takjub.
“Ya, gelang kebesaran Kisra ibn Hormuz!” Rasulullah
meyakinkan.
Dan, ucapan Rasulullah itu benar-benar menjadi
nyata di masa akhir kekhalifahan Umar ibn Khaththab
setelah pasukan Muslim menaklukkan kerajaan Persia di
bawah pimpinan Kisra ibn Hormuz.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar