Rabu, 18 Desember 2024

35.Menyambung Tangan yang Terputus

 Suatu hari Rasulullah Saw. pergi keluar Madinah. Di 

tengah perjalanan, beliau melihat seorang laki-laki 

sedang menimba air untuk memberi minum untanya. 

Rasulullah Saw. bertanya, “Apakah kau ingin mengupah 

seseorang untuk membantumu menimba air?”

“Ya benar, aku akan memberi tiga butir kurma untuk 

satu ember air.”

Rasulullah Saw. setuju dan mulai menimba air untuk 

mendapatkan beberapa butir kurma. Setelah menimba 

beberapa ember air, tali timba terputus dan jatuh 

ke sumur. Lelaki itu marah dan melontarkan sumpah 

serapah kepada beliau. Bahkan ia menampar wajah 

Baginda yang mulia, lalu memberikan 24 butir kurma 

sebagai upah. Laki-laki itu menampar wajah yang mulia, 

padahal beliau telah berusaha keras mengambil kembali 

ember dan tali timba itu dari dalam sumur. Beliau telah 

melakukan berbagai upaya untuk mengambilnya. 

Setelah Rasulullah Saw. pergi, laki-laki itu teringat pada 

keburukan yang telah dilakukannya. Ia telah menyakit

seseorang yang sama sekali tidak bersalah. Ia menampar 
wajah orang itu, padahal ia sendiri melihat kesungguhan 
dan kesabaran orang itu saat berusaha mengambil ember 
yang terjatuh ke dalam sumur. Ia sadar, ia telah melakukan 
kejahatan dengan menampar wajah yang mulia. Ia sadar, 
orang yang diupahnya itu sama sekali tidak bersalah. 
Dirinyalah yang bersalah karena telah berbuat aniaya 
kepadanya. Maka, ia menghunus pedangnya sendiri dan 
menebaskannya pada tangan yang telah menampar 
wajah yang mulia itu. Seketika tangannya terputus. Darah 
mengucur deras, dan ia pun jatuh pingsan. 
Tidak lama berselang datang melintas satu 
rombongan kafilah. Mereka melihat seorang laki-laki 
terkapar di tanah dengan tangan yang terputus. Mereka 
membalut dan berusaha menghentikan aliran darah 
laki-laki itu. Kemudian, mereka memercikkan air pada 
wajahnya sehingga ia siuman dari pingsannya.
Setelah laki-laki bangun, mereka bertanya, “Apa yang 
terjadi padamu?”
“Tadi aku menampar wajah seseorang yang ciricirinya anu dan anu. Namun, orang itu sama sekali tidak 
marah atau membalas perbuatanku. Sekarang aku takut 
akan mendapatkan siksa dan balasan sehingga kupotong 
sendiri tanganku.”
“Tahukah kau, siapa orang yang tadi kautampar itu?” 
tanya mereka.
“Tidak.

“Ialah Muhammad, Nabi dan Rasul terakhir yang 
diutus Allah.”
Mendengar keterangan kafilah itu, kontan saja ia 
terhenyak! Ia pun menanyakan keberadaan Rasulullah Saw.
Kemudian, ia mengambil potongan tangannya 
dan bergegas pergi menuju Madinah untuk menemui 
Rasulullah Saw. Tiba di Madinah, ia melihat para sahabat 
duduk bersama di suatu tempat.
Para sahabat bertanya, “Apa keperluanmu?”
“Aku ingin bertemu Muhammad. Aku ada suatu 
keperluan dengannya.”
Salman Al-Farisi mengantar lelaki itu kepada 
Rasulullah Saw. Saat duduk berhadapan, ia 
mengungkapkan penyesalannya yang besar karena telah 
menampar wajah beliau.
“Mengapa kaupotong tanganmu?” tanya Rasulullah.
“Aku tidak menginginkan tangan yang telah kupakai 
untuk menampar wajahmu yang mulia,” jelasnya.
“Masuklah agama Islam,” ajak Rasulullah Saw.
“Jika kau benar-benar dalam kebenaran, 
sambungkanlah tanganku yang terputus ini.”
Rasulullah Saw. mengucapkan “Bismillâhir-rahmânirrahîm” sambil menyambungkan potongan tangan 
lelaki itu. Dan, tangan yang terputus itu menyatu 
kembali seperti tak pernah mendapatkan sedikit pun 
luka sebelumnya. Maka, laki-laki itu pun langsung 
mengucapkan dua kalimat syahadat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

115. Kalau bukan surga urusannya, aku pasti mengalah

Pernah mendengar nama Sa'ad bin Khaitsamah? Sa'ad dan ayahnya , Khaitsamah , sama2 gugur dlm pertempuran. Namun berbeda waktu dan te...