Setelah Perang Hawazin berakhir, sejumlah tawanan
yang terdiri atas anak-anak dan para wanita dihadapkan
kepada Rasulullah Saw. dan beliau memperhatikan mereka.
Lalu, beliau dan para sahabat melihat seorang tawanan
wanita tampak sibuk sendiri. Ia melangkah ke sana
kemari mencari-cari putranya, belahan jiwanya. Ia tampak
terguncang, berteriak-teriak, dan bertingkah seperti orang
gila. Ia datangi setiap anak kecil yang sedang disusui ibunya.
Ia periksa wajah mereka satu per satu. Payudaranya hampir
saja pecah karena air susu yang tertahan. Ia berharap
putranya ada di sisinya sehingga ia bisa memeluk dan
menciuminya sepuas-puasnya, meskipun untuk itu ia harus
korbankan nyawanya.
Beberapa saat kemudian, sang ibu menemukan
putranya. Seketika, air matanya mengering, akal sehatnya
kembali lagi. Ia langsung meraih dan mendekapkannya
ke dadanya. Tangisan anak itu membuat kasih sayangnya
meluap-luap. Sang anak dipeluk dan dicium dengan
lembut, lalu dirapatkan ke dadanya dan ia sodorkan
payudaranya.
Rasulullah Saw. yang sangat penyayang dan pengasih
melihatnya dengan tatapan penuh kasih. Beliau melihat
sang ibu sangat letih. Begitu lama ia menanggung
kerinduan yang sangat dalam kepada putranya. Derita ibu
dan anak itu sungguh teramat besar. Para sahabat yang
duduk bersama Rasulullah Saw. pun melihat tingkah ibu
dan anak itu. Setelah si ibu terlihat tenang, Rasulullah
berpaling kepada para sahabat dan bertanya, “Menurut
kalian, apakah ibu itu akan rela jika anaknya dilemparkan
ke dalam kobaran api?”
Para sahabat terkejut mendengar pertanyaan
Rasulullah Saw. Bagaimana mungkin si ibu melempar
anaknya ke dalam api? Bukankah anaknya itu adalah
belahan jiwanya? Bagaimana bisa ia lemparkan anaknya
ke dalam siksa? Mereka melihat ibu itu sangat mengasihi
putranya sehingga mengabaikan penderitaan dirinya
sendiri. Ia menciumi, memeluk, dan membasahi wajah
anaknya dengan cucuran air matanya. Bagaimana
mungkin ia melemparkan anaknya ke dalam api, padahal
ia adalah ibu yang penuh kasih sayang?
Mereka menjawab, “Tentu saja tidak, wahai
Rasulullah. Demi Allah, ibu itu pasti tidak akan rela. Ia
tidak akan pernah bisa melakukannya.”
Rasulullah Saw. berkata, “Nah, kasih sayang Allah
terhadap hamba-Nya lebih besar dibanding kasih sayang
ibu itu kepada anaknya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar