Suatu hari Rasulullah Saw. dan beberapa sahabat berjalan
untuk melihat putra beliau, Ibrahim, yang sedang sakit
bersama ibu susuannya. Saat melihat putranya, beliau
langsung memeluk dan menciuminya. Beberapa saat kemudian
para sahabat memasuki kamar Ibrahim. Namun, mereka
tak sempat bertemu dengannya karena Ibrahim yang mulia
telah meninggal dunia. Kejadian ini me ninggalkan duka
kepedihan yang sangat dalam di hati Rasulullah Saw. Kedua
mata beliau terus meneteskan air mata.
Abdurrahman ibn Auf bertanya, “Wahai Rasulullah,
engkau menangis?”
Rasulullah Saw. menjawab, “Sesungguhnya tangisan
adalah rahmah … kedua mata ini menangis ketika hati
berduka. Dan tidaklah kami mengatakan apa-apa kecuali
apa-apa yang diridhai Tuhan kami. Wahai Ibrahim, kami
sungguh berduka dengan kepergianmu.”
Rasulullah Saw. juga pernah menangis usai Perang Uhud.
Setelah peperangan berakhir, dan pasukan Quraisy
pulang ke Makkah, Rasulullah Saw. menyuruh para
sahabat mengumpulkan syuhada yang gugur di medan
perang. Ada banyak kaum Muslim yang gugur dalam
peperangan hebat itu, salah seorang di antara mereka
adalah Hamzah, paman Nabi Saw. Mereka kumpulkan
jasad kaum Muslim untuk dikuburkan. Setelah beberapa
saat, mereka menemukan jasad Hamzah di dasar lembah
dengan kondisi yang sangat mengenaskan. Mereka
bergegas memberi tahu Rasulullah Saw. Beliau menangis
sedih ketika melihat kondisi jasad pamannya yang sangat
mengenaskan—perutnya berlubang ditembus lembing
milik Wahsyi dan dadanya terkoyak lebar disobek pisau
milik Hindun yang kemudian merenggut jantungnya,
mengunyahnya, dan memuntahkannya lagi. Ibn Mas‘ud
menuturkan suasana saat itu.
“Kami belum pernah melihat Rasulullah Saw.
menangis sesedih itu. Beliau meletakkan jasad Hamzah
ke arah kiblat. Lalu, beliau berdiri di sampingnya dan
menangis tersedu-sedu.”
“Seandainya Shafiyyah, saudari Hamzah, tidak akan
bersedih atau kalau saja aku tidak khawatir tindakanku
akan menjadi Sunnah, pasti sudah kutinggalkan
jenazahnya hingga dimakan binatang buas atau dimakan
burung,” ujar Rasulullah Saw
Rasulullah Saw. berkata seperti itu karena tidak
tahan melihat kondisi jenazah pamannya.
Ibn Mas‘ud juga menuturkan hadis lain tentang tangisan
Rasulullah Saw. Suatu ketika Rasulullah Saw. duduk
bersama Abdullah ibn Mas‘ud, lalu beliau berkata,
“Bacakanlah Al-Quran untukku!”
“Bagaimana aku membacakannya kepada Tuan,
sedangkan Al-Quran diturunkan kepada Tuan?” tanya
Ibn Mas‘ud.
“Aku senang mendengarnya dari orang lain,” jelas
Rasulullah Saw.
Maka, Abdullah ibn Mas‘ud pun membacakan
Surah Al-Nisâ’ dari awal surah hingga ayat 41: Maka
bagaimanakah (keadaan orang kafir nanti), apabila Kami
datangkan seorang saksi (rasul) dari tiap-tiap umat dan
Kami mendatangkanmu (Muhammad) sebagai saksi atas
mereka itu (sebagai umatmu)?
Saat mendengar ayat itu dibacakan, Rasulullah Saw.
berujar, “Cukup!”
Ibn Mas‘ud menghentikan bacaannya dan melihat
kedua mata beliau meneteskan air mata.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar