Senin, 09 Desember 2024

26. Rasulullah dan Anak Yatim

 Suatu pagi, usai shalat Idul Fitri, seperti biasanya, 

Rasulullah Saw. mengunjungi rumah demi rumah 

untuk mendoakan kaum Muslim. Mereka semua tampak 

senang dan bahagia terutama anak-anak. Mereka 

bermain sambil berlari-lari mengenakan pakaian bagus. 

Tiba-tiba, Rasulullah Saw. melihat di ujung jalan seorang 

gadis kecil duduk bersedih. Ia terlihat memakai pakaian 

tambal-tambal dan sepatu usang. 

Rasulullah Saw. bergegas menghampirinya. Gadis 

kecil ini menyembunyikan wajahnya dengan kedua 

tangannya, lalu menangis tersedu-sedu. Rasulullah 

meletakkan tangannya dengan penuh kasih pada kepala 

gadis kecil itu seraya bertanya dengan suara yang 

lembut, “Anakku, mengapa kamu menangis? Ini adalah 

hari raya bukan?”

Gadis kecil itu terkejut. Tanpa berani mengangkat 
kepala dan melihat siapa yang bertanya, ia menjawab 
terbata-bata, “Di hari raya ini semua anak merayakannya
penuh gembira bersama orangtuanya. Semua anak 
bermain senang. Namun, aku teringat ayahku yang telah 
tiada. Karena itulah aku menangis. Hari raya terakhir, ia 
masih ada bersamaku. Ia membelikanku gaun berwarna 
hijau dan sepatu baru. Saat itu, aku sungguh berbahagia. 
Lalu, suatu hari ayahku pergi berperang bersama 
Rasulullah hingga ia terbunuh. Kini, ayahku tiada. Aku 
menjadi anak yatim. Jika aku tidak menangis untuknya, 
lalu untuk siapa lagi?”
Mendengar penuturan gadis itu, seketika hatinya 
diliputi duka yang mendalam. Dengan penuh kasih 
sayang, beliau membelai kepalanya seraya berkata, 
“Anakku, hapuslah air matamu … apakah kau ingin aku 
menjadi ayahmu? Apakah kau suka jika Fatimah menjadi 
kakak perempuanmu dan Aisyah menjadi ibumu? 
Bagaimana, Anakku?”
Mendengar kata-kata itu, si gadis terhenyak dan 
berhenti menangis. Ia memandang takjub orang yang 
ada di hadapannya. Masya Allah! Benar, ia adalah 
Rasulullah Saw., orang yang baru saja menjadi tempat 
curahan duka dan kesedihannya.
Tentu saja ia sangat senang mendengar penawaran 
Rasulullah, tetapi entah mengapa, ia tidak bisa berkata 
sepatah kata pun. Ia hanya bisa menganggukkan kepala 
perlahan sebagai tanda setuju.
Kemudian, ia berjalan bergandengan tangan 
dengan Rasulullah Saw. ke rumah beliau. Hatinya
diliputi kebahagiaan yang sulit dilukiskan, karena ia 
diperbolehkan menggenggam tangan Rasulullah Saw. 
yang lembut bagai sutra.
Tiba di rumah, Fatimah membersihkan wajah dan 
kedua tangan gadis kecil itu lalu menyisir rambutnya. Ia 
dipakaikan gaun yang indah, diberi makanan, juga uang 
saku untuk hari raya. Kemudian ia diantar keluar, agar 
dapat bermain dengan anak-anak lain.
Tentu saja anak-anak lain merasa iri pada gadis kecil 
dengan gaun yang indah dan wajah yang berseri-seri 
itu. Dengan heran mereka bertanya, “Hai Gadis Kecil, 
apa yang terjadi padamu? Mengapa kau terlihat sangat 
senang?”
Sambil menunjukkan gaun baru dan uang sakunya, 
gadis kecil itu menjawab, “Akhirnya aku punya seorang 
ayah! Di dunia ini, tidak ada yang bisa menandinginya. 
Siapa yang tidak bahagia memiliki ayah seperti
Rasulullah? Aku juga punya seorang kakak perempuan, 
namanya Fatimah. Ia menyisir rambutku dan memakaikan 
gaun yang indah ini. Aku merasa sangat bahagia dan 
ingin rasanya aku memeluk seluruh dunia beserta 
isinya.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

115. Kalau bukan surga urusannya, aku pasti mengalah

Pernah mendengar nama Sa'ad bin Khaitsamah? Sa'ad dan ayahnya , Khaitsamah , sama2 gugur dlm pertempuran. Namun berbeda waktu dan te...