Sabtu, 07 Desember 2024

23. Ide Cerdas Seorang Istri

  Pada tahun keenam Hijriah Rasulullah Saw. dan 

kaum Muslim hendak menunaikan umrah ke Kota 

Makkah, tetapi mereka tak bisa menunaikannya karena 

ditahan di perbatasan oleh kaum Quraisy. Mereka tidak 

membiarkan kaum Muslim memasuki Makkah meskipun 

hanya untuk menunaikan ibadah umrah. Menghadapi 

situasi yang menegangkan itu, Rasulullah melakukan 

berbagai upaya agar mereka dibiarkan memasuki Makkah 

dan menjalankan umrah. Namun, para pemuka Quraisy 

bersikukuh melarang mereka. Maka, berlangsunglah 

proses negosiasi dan perundingan yang sangat alot 

hingga kedua pihak menyepakati perjanjian yang dikenal 

dalam sejarah sebagai “Perjanjian Hudaibiyah”. 

Setelah kesepakatan dicapai antara Rasulullah dan 

utusan kaum Quraisy, banyak sahabat yang kecewa, 

karena beberapa butir perjanjian dianggap merugikan 

kaum Muslim. Mereka merasa, Rasulullah Saw. banyak 

mengalah terhadap kaum musyrik Quraisy sehingga

Umar ibn Khaththab r.a. bertanya kepada Abu Bakar 

r.a. dengan nada kecewa, “Bukankah beliau adalah 

Rasulullah?”

“Ya, tentu saja,” jawab Abu Bakar.
“Bukankah kita ini kaum Muslim?”
“Ya!”
“Lalu, mengapa kita menerima begitu saja?”
Abu Bakar menjawab, “Hai Umar, tahanlah ucapanmu! 
Aku menjadi saksi bahwa beliau adalah utusan Allah.”
Tentu saja Rasulullah Saw. mengetahui sikap kaum 
Muslim yang kecewa karena beliau dianggap banyak 
mengalah kepada kaum musyrik. Namun, beliau 
tetap sabar dan berlapang dada. Beliau berkata, “Aku 
adalah hamba Allah dan utusan-Nya. Dan aku tidak 
akan mengingkari perintah-Nya. Dia pun tidak akan 
membiarkan aku lenyap di jalan.”
Di antara butir Perjanjian Hudaibiyah yang dianggap 
merugikan kaum Muslim adalah bahwa tahun itu kaum 
Muslim tidak boleh menjalankan umrah dan baru boleh 
mengerjakannya tahun berikutnya. Lalu, jika ada orang 
Madinah (Muslim) yang murtad dan pergi ke Makkah, 
ia tidak boleh dikembalikan ke Madinah. Sebaliknya, jika 
ada orang Makkah yang hijrah ke Madinah dan memeluk 
Islam, ia harus dikembalikan ke Makkah jika keluarga 
orang itu menghendakinya.
Usai perundingan, Rasulullah Saw. menyuruh mereka 
menyembelih kurban, memotong rambut (tahalul), dan
pulang ke Madinah. Namun, para sahabat mengacuhkan 
perintah beliau. Mereka masih dongkol dengan hasil 
Perundingan Hudaibiyah. Mereka enggan menjalankan 
perintah Rasulullah ini meskipun beliau menitahkannya 
berkali-kali.
Melihat keadaan itu, Rasulullah tampak berduka. 
Beliau memasuki kemah istrinya, Ummu Salamah. Dengan 
raut muka diliputi kesedihan, beliau menceritakan 
kegelisahannya. “Akan binasakah umatku ini?” tanya 
Rasulullah Saw. 
Setelah mengetahui akar masalahnya, Ummu 
Salamah berkata kepada Rasulullah, “Wahai Rasulullah, 
bila kau ingin sahabatmu menjalankan semua yang 
engkau perintahkan maka keluarlah dan jangan katakan 
apa-apa. Lakukanlah tahalul, sembelih untamu, dan 
potonglah rambutmu!”
Rasulullah Saw. menerima usul istrinya. Beliau keluar 
dari kemahnya, tidak berbicara walau sepatah kata pun, 
lalu bertahalul, menyembelih untanya, dan mencukur 
rambutnya. Menyaksikan pimpinan mereka melakukan 
semua itu, para sahabat pun mengikutinya dengan 
lapang dada.
Kelak, sejarah membuktikan bahwa Perjanjian 
Hudaibiyah itu memberi banyak keuntungan kepada 
kaum Muslim. Ini menunjukkan betapa jauh visi politik 
Rasulullah Saw. ketika mengambil keputusan yang 
diragukan para sahabat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

115. Kalau bukan surga urusannya, aku pasti mengalah

Pernah mendengar nama Sa'ad bin Khaitsamah? Sa'ad dan ayahnya , Khaitsamah , sama2 gugur dlm pertempuran. Namun berbeda waktu dan te...