Sabtu, 07 Desember 2024

24. Wirid Fatimah

 Ali ibn Abi Thalib r.a. dan istrinya Fatimah r.a. hidup 

sangat sederhana. Ketika menikah, perlengkapan 

rumah tangga yang mereka miliki hanyalah dua buah 

batu penumbuk gandum, dua buah tempat air dari kulit 

kambing, bantal yang terbuat dari ijuk pohon kurma, dan 

sedikit minyak wangi.

Mereka juga tidak punya pembantu atau pelayan. 

Fatimah bekerja seorang diri hingga kedua tangannya 

kasar dan melepuh. Sering kali Ali r.a. membantu 

pekerjaan istrinya di rumah. 

Suatu ketika Rasulullah Saw. pulang dari salah satu 

peperangan dengan membawa tawanan dan pampasan 

perang yang banyak. Ali r.a. menyarankan kepada istrinya 

untuk meminta seorang pembantu kepada beliau untuk 

meringankan pekerjaan rumah tangganya. Fatimah pun 

menyetujuinya


Putri Rasulullah Saw. itu pergi menemui ayahnya. 

Tiba di hadapan Rasulullah Saw., Fatimah ditanya, “Apa 

keperluanmu, Putriku?”

Fatimah terdiam. Ia tidak kuasa mengatakan maksud 
kedatangannya. Ia hanya berkata, “Tidak ada, wahai 
Rasulullah. Aku ke sini hanya untuk menyampaikan 
salam kepadamu,” kemudian Fatimah beranjak pulang 
ke rumahnya.
Saat tiba di rumah, sang suami telah menunggunya. 
“Bagaimana hasilnya, wahai Istriku?” tanya Ali r.a.
“Aku tak kuasa mengatakannya kepada Rasulullah. 
Aku merasa malu meminta seorang pembantu kepadanya,” Fatimah menjawab pelan.
“Bagaimana kalau kita berdua mendatangi 
Rasulullah?”
Fatimah r.a. menganggukkan kepala, kemudian 
mereka pergi menghadap Rasulullah Saw. menyampaikan 
keinginan mereka. Namun, bagaimanakah tanggapan 
Rasulullah Saw.? Beliau berkata, “Demi Allah, aku 
tidak akan memberi kalian, sementara banyak fakir 
miskin kaum Muslim dengan usus berbelit-belit karena 
kelaparan.”
Malam hari itu, Rasulullah Saw. mendatangi Fatimah 
dan Ali. Keduanya sudah berbaring di tempat tidur. 
Mereka berselimut sehelai kain pendek yang tidak cukup 
menutup tubuh mereka. Jika kepala tertutupi, kaki
mereka tersingkap. Kalau kaki ditutupi, kepala mereka 
tersembul.
Mereka bangkit menyambut kedatangan ayahanda 
yang mulia. Namun, beliau berujar lembut, “Tetaplah di 
tempat kalian!” 
Setelah diam beberapa kejap, Rasulullah Saw. 
bersabda, “Maukah kalian kuajari beberapa kalimat 
sebagaimana yang diajarkan Jibril kepadaku, sesuatu 
yang lebih berharga daripada yang kalian minta tadi 
siang?”
“Tentu saja, wahai Rasulullah,” jawab mereka.
“Jibril mengajariku beberapa kalimat. Bacalah tasbih 
(subhânallâh) 10 kali, tahmid (al-hamdulillâh) 10 kali, 
dan takbir (Allâhu akbar) 10 kali, seusai shalat fardu. Dan 
bila kalian hendak tidur, bacalah tasbih 33 kali, tahmid 
33 kali, dan takbir 33 kali!”
“Sejak malam itu,” Ali menuturkan, “aku tidak 
pernah meninggalkan wiridan yang diajarkan Rasulullah.” 
Kelak di kemudian hari, wirid itu dikenal dengan nama 
“Wirid Fatimah”.
Pada kesempatan yang lain, Rasulullah Saw. mengunjungi 
rumah Fatimah Al-Zahra. Beliau melihat putrinya 
sedang menggiling gandum di penggilingan batu sambil 
menangis. Tentu saja Rasulullah heran dan bertanya, 
“Putriku, mengapa engkau menangis?

“Duhai Ayah, aku menangis karena batu penggilingan 
ini, dan juga karena beratnya pekerjaan rumah,” ujar 
Fatimah, “bagaimana jika Ayah meminta kepada Ali 
untuk membelikanku seorang budak perempuan untuk 
membantu pekerjaan rumah?” 
Rasulullah Saw. yang sedari tadi duduk di dekat 
Fatimah berjalan mendekati penggilingan itu. Beliau 
mengambil setangkup gandum dengan tangannya yang 
penuh berkah, lalu meletakkan gandum itu kembali 
di penggilingan, seraya membaca bismillâhir-rahmânirrahîm. Dengan izin Allah, penggilingan itu berputar 
sendiri menggiling gandum. Bahkan, si batu itu bertasbih 
kepada Allah dengan bahasa yang berbeda-beda.
Ketika dirasa sudah beres menggiling, Rasulullah 
Saw. berkata kepada batu itu, “Diamlah engkau, 
dengan izin Allah!” Seketika itu juga batu penggilingan itu 
tak bergerak. Namun, tak lama kemudian, si batu itu berbicara dengan bahasa Arab yang fasih, “Wahai 
Rasulullah, demi Allah yang telah mengutusmu dengan benar sebagai nabi dan rasul, sekiranya engkau memerintahkanku 
untuk menggiling gandum yang ada di Timur dan Barat, 
niscaya akan kulakukan. Sungguh, aku telah mendengar 
firman Allah dalam kitab-Nya, Wahai orang yang 
beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api 
neraka, yang bahan bakarnya manusia dan batu, yang 
dijaga malaikat yang kuat dan keras yang tidak pernah 
menyalahi semua perintah Allah kepada mereka. Mereka 
selalu melaksanakan semua perintah-Nya (QS Al-Tahrîm 
[66]: 6). Sungguh aku sangat takut, wahai Rasulullah, aku 
takut menjadi batu yang masuk neraka.”
Rasulullah Saw. menjawab, “Bergembiralah, karena 
kau termasuk batu yang akan menjadi bagian istana 
Fatimah kelak di surga.” Batu itu merasa gembira 
mendengarnya dan akhirnya ia diam.
Kemudian Baginda Nabi berkata kepada putrinya, 
“Wahai Fatimah, sekiranya Allah berkehendak, niscaya 
batu ini akan berputar sendiri untukmu. Tetapi, 
Allah ingin menuliskan kebaikan bagimu, menghapus 
kejelekanmu, dan mengangkat derajatmu, karena kau 
menggiling gandum dengan tanganmu sendiri. Putriku, 
siapa pun wanita yang memasak untuk suami dan anak-anaknya, Allah akan menuliskan baginya dari setiap biji 
yang dimasaknya satu kebaikan dan menghapus darinya 
satu keburukan serta mengangkat baginya satu derajat 
….” Wallâhu a‘lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

115. Kalau bukan surga urusannya, aku pasti mengalah

Pernah mendengar nama Sa'ad bin Khaitsamah? Sa'ad dan ayahnya , Khaitsamah , sama2 gugur dlm pertempuran. Namun berbeda waktu dan te...