Setelah pamannya Abu Thalib dan istrinya Khadijah
meninggal dunia, dan setelah boikot kaum Quraisy
terhadap Bani Hasyim yang berlangsung selama tiga
tahun berakhir, tidak ada orang yang bisa dijadikan
pelindung oleh Rasulullah Saw. Setelah kematian dua
orang pelindungnya itu, kaum kafir Quraisy makin leluasa
berbuat jahat dan menyakiti beliau. Mereka melakukan
berbagai hal untuk mengusik dan menyakiti Muhammad.
Misalnya, berkali-kali mereka menimpakan kotoran atau
tanah ke atas kepala Rasulullah yang mulia ketika beliau
shalat di dekat Ka‘bah. Setiap kali Rasulullah mendapat
perlakuan buruk seperti itu, Fatimah datang kemudian
membersihkan kotoran itu sambil menangis.
Hari demi hari perlakuan buruk kaum kafir Quraisy
kepada Rasulullah Saw. makin menjadi-jadi. Nyaris
setiap hari mereka menyakiti beliau. Para sahabat
juga mendapat perlakuan serupa. Kaum Quraisy makin
leluasa menekan dan menindas kaum Muslim. Maka,
suatu hari, Rasulullah memutuskan untuk pergi ke Thaif
berharap para pemuka Bani Tsaqif mau menolongnya
dan memberinya perlindungan. Namun, tiba di kota
itu, mereka justru memperlakukan Rasulullah dengan
sangat buruk. Mereka mengolok-olok, mengejar, bahkan
melempari beliau dengan batu hingga kaki beliau terluka
dan berdarah. Kemudian Rasulullah Saw. berlindung di
kebun milik Utbah ibn Rabiah, seorang tokoh Quraisy.
Menurut tradisi Arab, orang yang masuk pekarangan
orang lain dianggap telah memperoleh perlindungan dari
si pemilik rumah.
Sambil mengusap keringat dan menyeka darahnya,
Rasulullah Saw. berdoa kepada Allah, “Ya Allah, hanya
kepada-Mu kuadukan lemahnya kekuatanku, sedikitnya
upayaku, dan hinanya pandangan orang kepadaku.
Wahai Yang Maha Penyantun, Engkaulah Tuhanku
dan Tuhan orang-orang yang tertindas. Kepada siapa
Engkau akan serahkan aku? Kepada orang asing yang
memperlakukanku dengan jahat, ataukah kepada saudara
jauh yang mengusirku?”
Tak lama, Malaikat Jibril turun dan berkata, “Hai
Muhammad, Tuhanmu menyampaikan salam kepadamu.
Dan malaikat yang mengurus gunung-gunung telah
diperintahkan oleh Allah untuk mematuhi semua
perintahmu. Ia tidak akan melakukan apa pun, kecuali
atas perintahmu.
Malaikat yang menjaga gunung berkata,
“Sesungguhnya Allah telah memerintahkanku untuk
berkhidmat kepadamu. Jika kau mau, biar kujatuhkan
gunung itu kepada mereka. Jika engkau mau, akan
kulempari mereka dengan bebatuan. Dan jika engkau
mau, akan kuguncangkan bumi di bawah kaki mereka.”
Namun, apa jawaban Rasulullah Saw.? Beliau
berkata, “Hai Malaikat Gunung, aku datang kepada
mereka karena berharap mudah-mudahan akan keluar
dari keturunan mereka orang yang mengucapkan ‘lâ
ilâha illallâh (tiada tuhan selain Allah).”
Kemudian Malaikat Gunung berkata, “Engkau
seperti disebutkan oleh Tuhanmu: sangat penyantun
dan penyayang.”
Subhânallâh, lihatlah Rasulullah Saw.! Beliau tidak
mengizinkan malaikat penjaga gunung untuk menyiksa
Bani Tsaqif yang telah mengusir dan menyakitinya.
Beliau berharap, meskipun mereka tidak mau beriman,
keturunan mereka nanti akan beriman. Semua itu
menunjukkan betapa Rasulullah Saw. sangat mencintai
umatnya.
Setelah hijrah ke Madinah, Rasulullah Saw. pernah
selama tiga hari berturut-turut hanya makan sedikit.
Ketika istrinya, Aisyah, menanyakan sebabnya, beliau
menjawab, “Selama masih ada ahli shuffah (orang miskin
yang tinggal di serambi masjid), aku tidak akan makan
hingga kenyang.” Ini menunjukkan betapa besar kasih
sayang Rasulullah Saw. kepada kaum fakir.
Tidak hanya itu, Rasulullah Saw. juga memikirkan
umatnya di kemudian hari. Beliau khawatir sebagian
umatnya makan kekenyangan, sedangkan sebagian
lainnya kelaparan karena tidak mendapatkan makanan.
Karena itulah Rasulullah Saw. berpesan, “Tidaklah
beriman salah seorang dari kalian jika ia tidur dalam
keadaan kenyang, sementara tetangganya kelaparan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar