Rabu, 04 Desember 2024

7. Unta, Sang Hakim

Suatu hari seorang Yahudi menemui Rasulullah Saw. 

mengadukan bahwa seorang Muslim telah mencuri 

untanya. Ia mendatangkan empat saksi palsu dari kaum 

munafik. Karena kesaksian empat orang itu, Rasulullah 

Saw. memutuskan bahwa unta itu milik orang Yahudi dan 

tangan si Muslim harus dipotong. Tentu saja, si Muslim 

yang tidak merasa mencuri unta itu kaget dan berduka. 

Ia mengangkat kepalanya dan menadahkan tangannya, 

lalu berkata, “Ya Allah, Engkau Maha Mengetahui bahwa 

aku tidak mencuri unta itu.”

Kemudian ia berkata kepada Rasulullah Saw., “Wahai 

Rasulullah, sungguh keputusanmu itu benar. Namun, 

aku mohon, sebelum tanganku dipotong, mintalah 

keterangan dari unta ini!”

Maka, Rasulullah Saw. bertanya kepada si unta, “Hai 

unta, milik siapakah engkau?


Unta itu menjawab dengan jelas, “Wahai Rasulullah, 

aku adalah milik orang Muslim ini dan sesungguhnya 

para saksi itu palsu semua.”

Akhirnya, Rasulullah Saw. berkata, “Hai Muslim, 

katakan kepadaku, apa yang kaulakukan hingga Allah 

menjadikan unta ini berbicara?”

“Wahai Rasulullah, di malam hari aku tidak tidur 
sebelum membaca shalawat kepadamu sepuluh kali.”
Rasulullah Saw. berkata, “Kau telah selamat dari 
hukum potong tanganmu di dunia dan selamat juga dari 
siksa di akhirat berkat shalawat yang kaubaca untukku.”
Kisah yang nyaris sama dialami seorang tokoh kafir 
Quraisy, Amr ibn Hisyam, atau yang lebih dikenal dengan 
julukan Abu Jahal (Biang Kebodohan). Ketika Rasulullah 
Saw. menyeru kaumnya untuk beriman kepada Allah 
Swt., para pemuka Quraisy marah. Abu Jahal berseru, 
“Demi Allah, lebih baik aku mati daripada mengikutimu!”
Ketika para pemimpin Quraisy berkumpul 
merundingkan apa yang harus mereka lakukan kepada 
Muhammad, Abu Jahal bertanya dengan nada marah, 
“Tidak adakah di antara kalian, hai kaum Quraisy, orang 
yang siap membunuh Muhammad?”
“Tidak ada,” jawab mereka

“Kalau begitu, aku yang akan membunuhnya,” tegas 
Abu Jahal, “jika keluarga Abdul Muththalib menuntut 
balas, biar aku sendiri yang terbunuh.”
Mereka berujar, “Sungguh jika benar kau mau 
melakukan itu, tentu kami akan selalu mengingatmu. Itu 
sungguh kebaikan yang tidak akan pernah kami lupakan.”
Kemudian Abu Jahal pergi ke Masjidil Haram dan 
melihat Rasulullah Saw. sedang tawaf, lalu beliau 
shalat, dan sujud sangat lama. Sungguh kesempatan 
yang sempurna, pikir Abu Jahal. Lalu, ia mengambil 
batu dan membawanya untuk dilontarkan pada kepala 
Rasulullah Saw. yang sedang bersujud. Namun, saat ia 
berjalan mendekati Rasulullah, tiba-tiba seekor unta 
jantan muncul dari arah beliau, menghadang langkah 
Abu Jahal dan membuka mulutnya sangat lebar.
Menyaksikan unta besar yang menakutkan itu, Abu 
Jahal gemetar hingga batu itu jatuh menimpa kakinya 
sendiri. Ia bergegas pulang dengan langkah tertatih dan 
muka pucat berkeringat. Para pemuka Quraisy yang 
ditemuinya bertanya, “Apa yang terjadi? Kami tidak 
pernah melihatmu dalam keadaan seperti sekarang.”
Abu Jahal menjawab, “Maafkan aku, saat aku 
hendak menumbuk kepalanya dengan batu, tiba-tiba 
seekor unta jantan muncul dari arah Muhammad. Unta 
itu menghadangku dan membuka mulutnya lebar-lebar, 
siap menelanku. Batu yang siap kutumbukkan pada 
kepalanya jatuh menimpa kakiku sendiri.” 
Allâh Al-Musta‘ân.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

115. Kalau bukan surga urusannya, aku pasti mengalah

Pernah mendengar nama Sa'ad bin Khaitsamah? Sa'ad dan ayahnya , Khaitsamah , sama2 gugur dlm pertempuran. Namun berbeda waktu dan te...