Suatu hari semua istri Rasulullah Saw. berkumpul dan saling melontarkan keluhan. Mereka merasa
tidak mendapatkan nafkah dan perhiasan yang laik. Mendengar keluhan mereka, Rasulullah Saw. memberi
mereka dua pilihan: bersabar bersama beliau dengan kehidupan apa adanya, atau hidup serbamewah tetapi
tanpa beliau (diceraikan).
Sebenarnya, jauh di lubuk hatinya, Rasulullah Saw.
merasa gundah mendengar keluhan mereka. Perasaan
ini tidak bisa beliau sembunyikan. Tidak lama setelah kejadian itu, Abu Bakar dan Umar memasuki rumah beliau.
Keduanya segera tanggap saat melihat Rasulullah Saw. berwajah muram dikelilingi istri-istrinya. Keduanya
berpikir, kesedihan beliau pasti akibat ulah istri-istri
beliau. Maka, keduanya berusaha meredakan kegundahan beliau
Abu Bakar berkata, “Wahai Rasulullah, seandainya aku mendapati putriku menuntut nafkah kepadamu, aku
pasti akan mencekik lehernya.” Umar pun mengucapkan kata-kata yang sama berkaitan dengan putrinya, Hafshah.Setelah itu, mereka menemui putrinya masingmasing. Tanpa pikir panjang, kedua sahabat ini mencekik leher putrinya seraya menghardik, “Kamu menuntut
sesuatu yang tidak sepatutnya kepada Rasulullah Saw.!”
“Demi Allah, kami tidak akan menuntut sesuatu yang tidak dimiliki Rasulullah Saw.,” jawab mereka.Buntut dari peristiwa ini, Rasulullah Saw. meninggalkan istri-istrinya selama satu bulan hingga turun firman Allah tentang masalah ini (QS Al-Ahzâb
[33]: 28-29). Setelah mendapatkan wahyu itu, Rasulullah Saw. mendatangi Aisyah dan berkata, “Aku ingin
memberitahukan sebuah perkara dan aku ingin kau cepat-cepat meminta pendapat orangtuamu.”
“Perkara apakah gerangan, wahai Rasulullah?” tanya
Aisyah.
Kemudian Rasulullah Saw. membacakan ayat yang baru saja diterimanya.
“Perlukah aku meminta pendapat orangtuaku, wahai
Rasulullah? Tentu saja aku memilih Allah dan Rasul-Nya serta Hari Akhir,” jawab Aisyah tegas.Kemudian, Rasulullah menemui istri-istri beliau yang
lain dan mengajukan pilihan yang sama sebagaimana
disebutkan dalam wahyu Allah itu. Ternyata, mereka semua memutuskan pilihan yang sama. Mereka memilih Allah, Rasul-Nya, dan Hari Akhir. Mereka merasa cukup
dengan kebahagiaan yang dinikmati bersama Rasulullah Saw.
Kenyataannya memang demikian, kebahagiaan
hidup bersama Rasulullah Saw. tidak bisa ditukar dengan materi, sebesar apa pun materi yang mereka
dapatkan. Sebab, semua kekayaan itu tidak akan dapat menggantikan kemuliaan mereka sebagai istri Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar