Suatu hari dua pemuka kafir Quraisy duduk
berbincang-bincang di samping Ka‘bah. Mereka
adalah Shafwan ibn Umayyah dan Umair ibn Wahab.
Dengan sangat hati-hati Shafwan berkata, “Hai Umair,
Muhammad telah membunuh ayah, paman, dan saudara
kita dalam Perang Badar. Apakah kau siap pergi ke
Madinah dan membunuhnya?”
“Aku ingin melakukannya, tetapi bagaimana dengan
keluargaku jika aku mati atau tertangkap?” tanya Umair
bimbang.“Tenang saja. Demi Latta dan Uzza, akulah yang
akan menjaga anak-anak dan keluargamu. Aku akan
memenuhi kebutuhan mereka. Aku binasa jika mereka
binasa. Darah mereka adalah darahku. Hidup mereka
adalah hidupku. Begitu juga mati mereka adalah matiku,”
sumpah Shafwan.Umair berkata, “Baiklah kalau begitu, aku siap membunuhnya. Besok aku akan pergi ke Madinah. Aku
minta, jangan bocorkan rencana ini kepada siapa pun.
Hanya kita berdua yang tahu.”
“Ya, aku tidak akan mengatakannya kepada siapa
pun.”
Setelah bersepakat dan berjabat tangan, Umair
beranjak pergi meninggalkan Shafwan. Ia segera
mempersiapkan hewan tunggangan dan perbekalan
untuk pergi ke Madinah. Tidak lupa, ia baluri pedangnya
dengan racun yang mematikan hingga pedang yang
mengilap itu berubah warna menjadi abu-abu kehitaman.
Keesokan harinya, Umair pergi ke Madinah untuk
melampiaskan dendamnya yang membara. Ia akan
mencari Muhammad dan menebaskan pedangnya ke
tubuh beliau. Tentu saja tidak tebersit sedikit pun
dalam pikirannya bahwa Allah bersama hamba-Nya yang
beriman dan bertakwa.
Ia sama sekali tidak tahu bahwa saat keduanya
merundingkan rencana jahat itu, Allah Swt. mewahyukan
kepada Rasulullah Saw. tentang apa yang mereka
rencanakan di samping Ka‘bah.
Setelah menempuh perjalanan jauh yang melelahkan,
Umair tiba di Madinah. Tanpa buang waktu, ia segera
mencari-cari Rasulullah Saw., tak sabar untuk segera
menebaskan pedang beracunnya pada tubuh beliau.
Setelah berkeliling ke sana kemari dan tidak menemukan
Rasulullah, Umair berjalan menuju Masjid Nabawi.
Namun, Umar ibn Khaththab melihatnya dan mencurigai
gerak-geriknya sehingga ia langsung menghunus
pedangnya dan menghadang Umair.
Umar menanyai maksud kedatangannya ke Madinah.
Karena gerak-gerik dan jawabannya mencurigakan, Umar
meringkus dan menyeretnya ke hadapan Rasulullah Saw.
yang tengah berada di masjid.
Rasulullah bertanya menyelidik, “Hai Umair, apa
tujuanmu datang ke sini?”
“Aku datang untuk menebus kerabatku yang
tertangkap dalam Perang Badar,” kilahnya.
“Kamu dusta! Sepuluh hari yang lalu kau dan
Shafwan duduk di samping Ka‘bah merencanakan
keburukan terhadapku. Shafwan berkata kepadamu
begini dan begini. Kau bilang kepadanya anu dan anu.
Aku tahu, saat ini kau datang untuk membunuhku!
Sungguh, Allah tidak akan menguasakanmu untuk
membunuhku.”
Tentu saja Umair terkesiap mendengar ucapan
Rasulullah. Sebab, rencana mereka itu sangat rahasia.
Hanya ia dan Shafwan yang mengetahuinya.
Umair bertanya, “Dari mana engkau mengetahui
kejadian yang sebenarnya antara aku dan Shafwan?”
“Allah Yang Mahatahu telah mengabarkannya
kepadaku,” jawab Rasulullah Saw.
Sadarlah Umair bahwa Muhammad benar-benar
utusan Allah. Maka, tanpa ragu lagi ia mengucapkan
dua kalimat syahadat: “Asyhadu an lâ ilâha illallâh, wa
asyhadu annaka Rasûlullâh! (Aku bersaksi bahwa tidak
ada tuhan selain Allah dan aku bersaksi bahwa engkau
adalah utusan Allah.” Kelak, beberapa tahun kemudian, Shafwan ibn Umayyah pun memeluk Islam. Kisahnya bermula ketika ia dan Rasulullah Saw. melihat-lihat pampasan perang berupa binatang ternak. Shafwan memandangi ternak (ganimah) yang memenuhi celah bukit. Rasulullah Saw. memperhatikannya, lalu bertanya, “Hai Abu Wahab, sepertinya kau sangat takjub melihat hewan ternak yang memenuhi celah bukit itu?”
“Ya.”Maka, Rasulullah Saw. berkata, “Seluruh ternak itu
untukmu beserta apa yang ada di celah bukit itu.”
Mendengar ujaran Rasulullah Saw., kontan saja Shafwan
merasa senang bukan kepalang, lalu berkata, “Tidak
mungkin seseorang memberikan (harta) sebanyak ini,
kecuali seorang Nabi. Aku bersaksi, tidak ada tuhan
selain Allah dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah
hamba dan Rasul-Nya.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar